TEORI
AKUNTANSI SYARIAH
“Prinsip
Akuntansi Syariah”
Oleh
:
Syamsul
Bahri (1111046100044)
Alvin
Febianto (1111046100055)
Futuh
Ihsan Salsabil (1111046100077)
1.PENGERTIAN AKUTANSI
Akuntansi adalah suatu proses
mencatat, mengklasifikasi, meringkas, mengolah dan menyajikan data, transaksi
serta kejadian yang berhubungan dengan keuangan sehingga dapat digunakan oleh
orang yang menggunakannya dengan mudah dimengerti untuk pengambilan suatu
keputusan serta tujuan lainnya.
Akuntansi berasal dari kata asing
accounting yang artinya bila diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia adalah
menghitung atau mempertanggungjawabkan. Akuntansi digunakan di hampir seluruh
kegiatan bisnis di seluruh dunia untuk mengambil keputusan sehingga disebut
sebagai bahasa bisnis.
Akuntansi adalah pengukuran, penjabaran, atau
pemberian kepastian mengenai informasi yang akan membantu manajer, investor,
otoritas pajak dan pembuat keputusan lain untuk membuat alokasi sumber daya
keputusan di dalam perusahaan, organisasi,
lembaga pemerintah.
Akuntansi adalah seni dalam mengukur, berkomunikasi dan
menginterpretasikan aktivitas keuangan. Secara luas, akuntansi juga dikenal
sebagai "bahasa bisnis". Akuntansi bertujuan untuk menyiapkan suatu
laporan keuangan yang akurat agar dapat dimanfaatkan oleh para manajer,
pengambil kebijakan, dan pihak berkepentingan lainnya, seperti pemegang saham,
kreditur, atau pemilik. Pencatatan harian yang terlibat dalam proses ini
dikenal dengan istilah pembukuan.[1]
Akuntansi keuangan adalah suatu cabang dari akuntansi dimana
informasi keuangan pada suatu bisnis dicatat, diklasifikasi, diringkas,
diinterpretasikan, dan dikomunikasikan. Auditing, satu disiplin ilmu yang
terkait tapi tetap terpisah dari akuntansi, adalah suatu proses dimana
pemeriksa independen memeriksa laporan
keuangan suatu organisasi untuk memberikan suatu pendapat atau opini - yang
masuk akal tapi tak dijamin sepenuhnya - mengenai kewajaran dan kesesuaiannya
dengan prinsip akuntansi yang berterima umum.
2.PENGERTIAN AKUNTANSI ISLAM
Sedang
menurut literatur Islam akuntansi (muhasabah) didefinisikan “suatu
aktifitas yang teratur berkaitan dengan pencatatan transaksi-transaksi,
tindakan-tindakan, keputusan-keputusan yang sesuai dengan syariat, dan
jumlah-jumlahnya, di dalam catatan-catatan yang representatif, serta berkaitan
dengan pengukuran hasil-hasil keuangan yang berimplikasi pada
transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, dan keputusan-keputusan tersebut
membantu pengambilan keputusan yang tepat[2]
3.SEJARAH
PERKEMBANGAN AKUNTANSI ISLAM
Praktisi akuntansi dikenal sebagai akuntan. Akuntan
bersertifikat resmi memiliki gelar tertentu yang berbeda di tiap negara.
Contohnya adalah Chartered Accountant (FCA, CA or ACA), Chartered
Certified Accountant(ACCA atau FCCA), Management Accountant (ACMA, FCMA atau
AICWA), Certified Public Accountant (CPA), dan Certified General Accountant
(CGA). Di Indonesia, akuntan publik yang bersertifikat disebut CPA Indonesia
(sebelumnya: BAP atau Bersertifikat Akuntan Publik).
Sejalan
perkembangan perumusan dan konvergensi standard akuntansi dan auditing
konvensional yang dikeanl dengan International Standard Acounting, Akuntansi
Islam juga telah mulai berbenah, mengingat konsep umum akuntansi Islam belum
dirumuskan, termasuk oleh AAOIFI sebgai Institusi yang diharapakan untuk
beperan aktif merumuskan hal tersebut yang saat ini sudah begitu mendeswak,
mengingat telah berkembangnya institusi-institusi syari’ah baik disektor
perbnkan maupun non perbankan.
Dewan
Standar Akuntansi Keuangan dalam waktu dekat ini berhajat untuk mensyahkan dan
mempublikasikan tentang Prinsip Umum Akuntasi Syari’ah atau diistilahkan sebagai
Generally Accepted Syari’ah Accounting Principles (GASAP) sebagai pendamping
Generally Accepted Accounting Principles (GAAP) yang telah ada.
Hal
ini juga sebagai jawaban dari pemberlakukan Dual Economics System, dimana aspek
akuntansi juga sebagai salah satu instrument penting dalam pelaksanaan
kehidupan berekonomi tersebut. Jika dunia konvensional telah memiliki perangkat
akuntansi konvensional seperti FASBI di Amerika, atau International Standard
Accounting (ISA) dan sebagainya, maka sudah seharusnya ada standar akuntansi
umum untuk syari’ah secar internasional, dan jawabannya adalah GASAP.
Sebagaimana
diketahui, AAOFI saat ini baru mengeluarkan dua konsep dasar yang dipakai
merumuskan standar akuntansi islam di masing-masing negara yaitu:
- Statement of Financial Accounting (SFA) yang di Indonesia dirumuskan dengan Kerangka Dasar Penyusuan dan Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK)
- Financial Accounting Standards (FAS), di Indonesia dirumuskan sebagai PSAK, khusus membahas akuntansi syari’ah.
Berari
jika GASAP ini selesai, maka dimungkinkan DSAK akan memberikan kontribusi awal
atyas pengembangan standard akuntansi syari’ah internasional, demikan yang
disampaikan oleh M.Yusuf Wibisana, Ketua DSAK.
Dilihat dari rumusan landasan yang
terdapat dlam GAAP dibanding dengan rumusan GASAP, terdapat perbedaan sebagai
berikut:
- Jika dalam GAAP, landasannya hanya terdiri dari dua yaitu (1) Landasan Konseptual dan (2) Landasan Operasional, sedangkan GASAP memuat tiga landasan yaitu (1) Landasan Syari’ah (2) Landasan Konseptual dan (3) Landasan Operasional.
- Secara umum, prinsip akuntansi yang dirumuskan dalam GAAP semata-mata mengacu pada perolehan fisik dan keumuman kegunaan dalam sebuah standar akuntansi sedangkan GASAP selain memuat keumuman akuntansi yang sejalan dengan prinsip syari’ah Islam juga bermuatan ibadah mahdoh dan ibdah social.
Berikut adalah rumusan rincian ke
tiga landasan dalam GASAP:
Landasan Syari’ah: Al Qur’an & As Sunnah
Fatwa Syari’ah Islam
Landasan Konseptual
- Konsep dan Prinsip Akuntansi Syari’ah
- Konsep danPrinsip Umum Akuntansi Konvensional
Landasan Operasional
Tingkat I > Tehnik dan Proses Pencatatan Transaksi, berdasar:
- PSAK danPSAK Syari’ah
- PSAK dan PSAK umum yang tidak bertentangan dengan syari’ah
Tingkat II >
- Standar Akuntansi Keuangan Internasional
- Buletin Teknis Pengembangan SAK
- Peraturan Pemerintah untuk Industri (regulasi)
- Pedoman dan Praktik Akuntansi Industri
Tingkat III > Umum
a. Praktek, Konversi dan Kebiasaan
b. Buku teks, kesimpulan riset,
artikel dan pendapatan para ahli.
4.SEJARAH GAGASAN
AKUNTANSI SYARIAH
1. Ideologi Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sampai abad 14 Karya –karya besar ulama’ salaf;
a) Shubul A’sya fi shinaatil insya’al qolqolshqndi.
b) Al Amwal (ibnu Ubaid).
c) Al Kharaj(Abu Yusuf),dll.
Perhatian untuk pembukuan ini masih berjalan sesuai dengan kaidah kaidah Islam di Negara Negara Islam sampai masuknya gerakan ghazwul fikr ke mayoritas Negara Islam terutama setelah runtuhnya khilafah Islamiah.
2. Ideologi Akuntansi Islam pada awal abad ke -14 Runtuhnya khilafah Islamiah serta tidak adanya perhatian dari pemikir - pemikir Islam untuk mensosialisasikan hukum Islam ,ditambah lagi dengan dijajahnya oleh kebanyakan negara negara kuat seperti Inggris dan Perancis sangat mempengaruhi segala sendi muamalah , khususnya keuangan.
1. Ideologi Akuntansi Islam sejak munculnya Islam sampai abad 14 Karya –karya besar ulama’ salaf;
a) Shubul A’sya fi shinaatil insya’al qolqolshqndi.
b) Al Amwal (ibnu Ubaid).
c) Al Kharaj(Abu Yusuf),dll.
Perhatian untuk pembukuan ini masih berjalan sesuai dengan kaidah kaidah Islam di Negara Negara Islam sampai masuknya gerakan ghazwul fikr ke mayoritas Negara Islam terutama setelah runtuhnya khilafah Islamiah.
2. Ideologi Akuntansi Islam pada awal abad ke -14 Runtuhnya khilafah Islamiah serta tidak adanya perhatian dari pemikir - pemikir Islam untuk mensosialisasikan hukum Islam ,ditambah lagi dengan dijajahnya oleh kebanyakan negara negara kuat seperti Inggris dan Perancis sangat mempengaruhi segala sendi muamalah , khususnya keuangan.
3.
Ideologi Akuntansi Islam Di Zaman Modern (zaman Kebangkitan baru)
a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’93). Disamping itu juga terdapat riset yang tersebar di majalah - majalah ilmiah . Proses ini terus berlanjut sampai sekarang .
b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan yang segar seperti :
• Muhaasabah zakat al maal ‘Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo; pustaka Angola 1970)
• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)
• Muhasabah az zakah ( Dr husain S Kairo : persatuan bank bank Islam sedunia 1979),dll.
a) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke sekolah dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar untuk program paascasarjana (1976) pada 1978 di buka beberapa jurusan dalam cabang cabang ilmu akuntansi
Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset
Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –riset sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan secara detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan penafsiran – penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar bahwa Islam mengandung pokok – pokok dan undang –undang Akuntansi yang belum dibahas dan tidak diketahui sama sekali oleh para pakar ilmu akuntansi konvensional.
a) Dalam bidang riset Telah terkumpul tidak kurang dari 50 buah tesis dan disertasi tentang akuntansi (di Al Azhar, s.d akhir ’93). Disamping itu juga terdapat riset yang tersebar di majalah - majalah ilmiah . Proses ini terus berlanjut sampai sekarang .
b) Dalam pembukuan Munculnya pencetus pencetus baru dengan gagasan yang segar seperti :
• Muhaasabah zakat al maal ‘Ilman wa amalan (dr. syauqi kairo; pustaka Angola 1970)
• At takalif wa as ar fil fikri Islami (Dr. M Kamal Athaiyah 1977)
• Muhasabah az zakah ( Dr husain S Kairo : persatuan bank bank Islam sedunia 1979),dll.
a) Dalam bidang pengajaran Konsep Akuntansi Islam pertamakali masuk ke sekolah dan perguruan tinggi di fakultas perdagangan di univ Al Azhar untuk program paascasarjana (1976) pada 1978 di buka beberapa jurusan dalam cabang cabang ilmu akuntansi
Kebangkitan Akuntansi Islam dalam seminar seminar dan lembaga riset
Banyak sekali seminar Internasional yang telah dilakukan serta riset –riset sebagai terobosan baru sebagai bahan untuk dikaji dan didiskusikan secara detail dan serius.Juga merupakan lapangan untuk pengembangan penafsiran – penafsiran sekaligus menjelaskan kepada peserta seminar bahwa Islam mengandung pokok – pokok dan undang –undang Akuntansi yang belum dibahas dan tidak diketahui sama sekali oleh para pakar ilmu akuntansi konvensional.
5.PRINSIP
AKUNTANSI KONVENSIONAL
1.Prinsip
Biaya Historis (Historical Cost Principle)
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Misalkan, pada saat kita hendak membeli sebuah laptop, kita ditawari harga Rp 9.000.000,00, setelah proses tawar menawar berjalan kita membeli laptop tersebut dengan harga Rp 8.950.000,00. Dari kondisi di atas yang menjadi harga perolehan laptop kita adalah Rp 8.950.000,00, sehingga pada pencatatan kita yang muncul adalah angka Rp 8.950.000,00.
Prinsip ini menghendaki digunakannya harga perolehan dalam mencatat aktiva, utang, modal dan biaya. Misalkan, pada saat kita hendak membeli sebuah laptop, kita ditawari harga Rp 9.000.000,00, setelah proses tawar menawar berjalan kita membeli laptop tersebut dengan harga Rp 8.950.000,00. Dari kondisi di atas yang menjadi harga perolehan laptop kita adalah Rp 8.950.000,00, sehingga pada pencatatan kita yang muncul adalah angka Rp 8.950.000,00.
2.
Prinsip Pengakuan Pendapatan (Revenue Recognition Principle)
Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama suatu periode tertentu.
Dasar yang digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan adalah jumlah kas atau ekuivalennya yang diterima dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas.
3. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mempertemukan biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan bersih setiap periode. Prinsip ini biasanya diterapkan saat kita membuat jurnal penyesuaian. Dengan adanya prinsip ini kita harus menghitung berapa besarnya biaya yang sudah benar-benar menjadi beban kita meskipun belum dikeluarkan, dan berapa besarnya pendapatan yang sudah benar-benar menjadi hak kita meskipun belum kita terima selama periode berjalan.
4. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Konsistensi tidak dimaksudkan sebagai larangan penggantian metode, jadi masih dimungkinkan untuk mengadakan perubahan metode yang dipakai. Jika ada penggantian metode, maka selisih yang cukup berarti (material) terhadap laba perusahaan harus dijelaskan dalam laporan keuangan, tergantung dari sifat dan perlakukan terhadap perubahan metode atau prinsip tersebut.
5. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena melalui laporan keuanganlah kita dapat mengetahui kondisi suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas perusahaan tersebut. Apabila informasi yang disajikan tidak lengkap, maka laporan keuangan tersebut bisa menyesatkan para pemakainya.
Pendapatan adalah aliran masuk harta-harta (aktiva) yang timbul dari penyerahan barang atau jasa yang dilakukan oleh suatu unit usaha selama suatu periode tertentu.
Dasar yang digunakan untuk mengukur besarnya pendapatan adalah jumlah kas atau ekuivalennya yang diterima dari transaksi penjualan dengan pihak yang bebas.
3. Prinsip Mempertemukan (Matching Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah mempertemukan biaya dengan pendapatan yang timbul karena biaya tersebut. Prinsip ini berguna untuk menentukan besarnya penghasilan bersih setiap periode. Prinsip ini biasanya diterapkan saat kita membuat jurnal penyesuaian. Dengan adanya prinsip ini kita harus menghitung berapa besarnya biaya yang sudah benar-benar menjadi beban kita meskipun belum dikeluarkan, dan berapa besarnya pendapatan yang sudah benar-benar menjadi hak kita meskipun belum kita terima selama periode berjalan.
4. Prinsip Konsistensi (Consistency Principle)
Metode dan prosedur-prosedur yang digunakan dalam proses akuntansi harus diterapkan secara konsisten dari tahun ke tahun. Konsistensi tidak dimaksudkan sebagai larangan penggantian metode, jadi masih dimungkinkan untuk mengadakan perubahan metode yang dipakai. Jika ada penggantian metode, maka selisih yang cukup berarti (material) terhadap laba perusahaan harus dijelaskan dalam laporan keuangan, tergantung dari sifat dan perlakukan terhadap perubahan metode atau prinsip tersebut.
5. Prinsip Pengungkapan Lengkap (Full Disclosure Principle)
Yang dimaksud dengan prinsip ini adalah menyajikan informasi yang lengkap dalam laporan keuangan. Hal ini diperlukan karena melalui laporan keuanganlah kita dapat mengetahui kondisi suatu perusahaan dan mengambil keputusan atas perusahaan tersebut. Apabila informasi yang disajikan tidak lengkap, maka laporan keuangan tersebut bisa menyesatkan para pemakainya.
6.PRINSIP AKUNTANSI SYARIAH
·
Prinsip dalam Akuntansi Syariah
Nilai pertanggungjawaban, keadilan dan kebenaran selalu melekat dalam
sistem akuntansi syari’ah. Ketiga nilai tersebut tentu saja telah menjadi
prinsip dasar yang universal dalam operasional akuntansi syari’ah. Apa makna
yang terkandung dalam tiga prinsip umum tersebut? Berikut uraian ketiga prinsip
yang terdapat dalam surat Al-Baqarah: 282. Prinsip akuntansi syari’ah adalah
aturan keputusan umum yang diturunkan dari tujuan laporan keuangan dan konsep
dasar akuntansi syariah yang mengatur pengembangan teknik akuntansi syariah. di
bawah ini adalah prinsip-prinsip akuntansi syariah berikut penjelasannya.
1.Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut
tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Alloh, masyarakat dan individu yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan Alloh SWT . “..hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh telah mengajarkannya maka hendaklah ia menulis.
2.Prinsip konsistensi (consistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak sesuai dengan syari’ah.
3.Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di masa depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi (accrual basis), bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis). Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.
4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta ingin melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.
5. Prinsip penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialitas. Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism principle).
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut bertindak sebagai batasan untuk
penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya
terhdap ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional berkaitan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah alternative.
1.Prinsip pengungkapan penuh (full disclosure principle)
Prinsip ini mengharuskan laporan keuangan akuntansi untuk mengungkapkan hal-hal yang penting agar laporan tersebut
tidak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Alloh, masyarakat dan individu yang berkepentingan dengan perusahaan. Dengan demikian akuntansi syariah dilandasi oleh nilai kejujuran dan kebenaran sebagaimana telah diperintahkan Alloh SWT . “..hendaklah seorang penulis diantara kamu menuliskan dengan benar dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Alloh telah mengajarkannya maka hendaklah ia menulis.
2.Prinsip konsistensi (consistency principle)
Prosedur akuntansi yang digunakan oleh suatu entitas harus sesuai untuk pengukuran posisi dan kegiatannya dan harus dianut secara konsisten dari waktu ke waktu, sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syari’ah. Penekanan pada konsisten terhadap prinsip yang sesuai dengan syari’ah berarti tak ada konsisten terhadap prinsip yang tidak sesuai dengan syari’ah.
3.Prinsip dasar akrual (accrual basis principle)
Akrual (accrual) diartikan sebagai proses proses pengakuan non kas dan keadaannya pada saat terjadinya. Akrual mengakibatkan pengakuan pendapatan berarti peningkatan kewajiban sebesar jumlah tertentu yang diterima atau dibayar (biasanya berbentuk cash) di masa depan. Penentuan hasil usaha periodic dan posisi keuangan perusahaan dipengaruhi oleh metode pengakuan dan pengukuran atas sumber-sumber ekonomi dan kewajiban perusahaan, serta seluruh perubahannya pada saat transaksi itu terjadi (accrual basis), bukan pada saat realisasi penerimaan atau pengeluaran uang (cash basis). Dasar akrual ini berhubungan erat dengan postulat periode akuntansi. Dengan kata lain, pengaplikasian dasar akrual merupakan konsekuensi dari ponsulat periode akuntansi.
4. Prinsip nilai tukar yang sedang berlaku (exchange value general level price)
Penilaian dan pengukuran harta, utang, modal laba, serta elemen-elemen lain laporan keuangan akuntansi syari;ah, menggunakan nilai tukar yang sedang berlaku. Imam Malik, mengenai hal ini, berpendapat bahwa dalam syarikah mudarabah, jika pemilik harta ingin melakukan perhitungan harta sebelum semua barang terjual, yang dinilai adalah barang-barang yang masih trsisa berdasarkan harga jual waktu itu dan penghitungan dilakukan dengan cara seperti ini. Namun pada barang yang masih mempunyai pasar, barang-barang ini dinilai berdasarkan nilai jual yang mungkin.
5. Prinsip penandingan (matching)
Prinsip penandingan menyatakan bahwa beban (expense) harus diakui pada periode yang sama dengan pendapatan (revenue). Hubungan baik dapat dicapai ketika hubungan tersebut menggambarkan hubungan sebab-akibat antara pendapatan dan biaya.
Beberapa prinsip akuntansi konvensional tidak sesuai dengan akuntansi syari’ah, diantaranya: prinsip konservatisme, prinsip biaya historis, prinsip objektivitas, dan prinsip materialitas. Berikut ini penjelaasan penolakan syari’ah terhadap masing-masing prinsip:
1. Prinsip konservatisme (conservatism principle).
Prinsip ini merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi, artinya bahwa prinsiptersbut bertindak sebagai batasan untuk
penyajin data akuntansi yang relevan dan dapat dipercaya. Prinsip ini menyatakan bahwa ketika memilih diantara dua atau lebih teknik akuntansi yang dapat diterima, maka preferensinya adalah memeilih yang paling kecil dampaknya
terhdap ekuisitas pemegang saham. Prinsip ini dalam akuntansi konvensional berkaitan ketidakpastian, umumnya digunakan untuk mengartikan bahwa akuntan harus melaporkan yang terendah dari beberapa nilai yang mungkin untuk aktiva dan pendapatan; dan yang tertinggi dari beberapa nilai ysng mungkin untuk kewajiban dan beban. Ini berarti bahwa beban harus diakui segera dan pendapatan harus diakui nanti, bukan segera. Oleh karena itu, aktiva bersih lebih cenderung diakui di bawah harga pertukaran kini daripada di atasnya; dan perhitungan laba mungkin menghasilkan yang terendah dari beberapa jumlah alternative.
3.
Prinsip biaya historis (historical cost principle)
menyatakan bahwa asset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian biaya historis bagi perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,
3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle).
Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi yang berbeda.
a. Pengukuran obyektivitas
merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan
kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang menerimanya.
b. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
c. Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “consensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliable dan netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan keuangan akuntansi syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syari’ah.
4.Prinsip materialitas (materiality principle). Materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.
menyatakan bahwa asset, kewajiban, beban, keuntungan, kerugian, dinilai sebesar nilai perolehan. Metode pengukuran beban dan kerugian konvensional adalah dalam pengertian biaya historis bagi perusahaan. Prinsip ini tidak mungkin dipakai untuk menentukan besarnya zakat karena penentuan zakat menggunakan nilai sekarang,
3. Prinsip obyektivitas (objectivity principle).
Kegunaan informasi keuangan tergantung pada tingkat reabilitas prosedur pengukuran yang digunakan. Karena menjamin reabilitas maksimum sangat sulit, akuntansi konvensional telah menggunakan prinsip obyektivitas untuk menjustifikasi pemilihan prosedur pengukuran yang digunakan. Prinsip obyektivitas, bagaimanapun, telah menjadi obyek interpretasi yang berbeda.
a. Pengukuran obyektivitas
merupakan pengukuran yang tidak bersifat personal dalam pengertian bebas dari bias personal pengukurnay. Dengan
kata lain, obyektivitas merujuk pada realitas yang independen dari orang yang menerimanya.
b. Pengukuran obyektivitas merupakan pengukuran variable dalam pengertian bahwa pengukuran didasarkan pada bukti.
c. Pengukuran obyektivitas merupakan hasil “consensus diantara kelompok pengamat atau pengukur tertentu. Pandangan ini juga memandang bahwa obyektivitas tergantung pada kelompok tertentu.
Dalam akuntansi konvensional, prinsip obyektifitas dilaksanakan untuk memenuhi karakteristik reliable dan netralitas, dimana karakteristik ini diadakan untuk tujuan sekunder (current objective) informasi akuntansi, yakni membantu dalam pembuatan keputusan ekonomi. Namun demikian, prinsip obyektivitas yang mempunyai interpretasi diatas, tidak sejalan dengan tujuan utama (the prime objective) laporan keuangan akuntansi syari’ah yaitu zakat. Zakat merupakan aturan yang pasti ketentuannya, besarnya telah ditetapkan dalam syari’ah.
4.Prinsip materialitas (materiality principle). Materialitas merupakan prinsip pengecualian atau modifikasi. Prinsip ini menyatakan bahwa transaksi dan peristiwa yang tidak memiliki dampak ekonomi yang signifikan dapat diatasi dengan cara yang paling tepat, apakah transaksi dan peristiwa tersebut sesuai dengan prinsip yang diterima umum atau tidak, dan tidak perlu diungkapkan.
4.
7.PERBEDAAN PRINSIP ANTARA AKUNTANSI ISLAM DAN KONVENSIONAL
Prinsip
yang melandasi Akuntansi Syariah tentu berbeda denganAkuntansi Konvensional
dikarenakan tujuan akuntansi yang berbeda. Sepertiyang telah diterangkan
sebelumnya, perbedaan ini menyebabkan adanyaperbedaan prinsip yang melandasi
Akuntansi Syariah dan Konvensional
sepertiyang digambarkan Adnan
(2005) sebagai berikut:
Dalil atau Dasar
|
Akuntansi Konvensional
|
Akuntansi Syariah
|
Entitas
|
Pemisahan antara bisnis danpemilik
|
Entitas didasarkan pada bagihasil
|
Periode Akuntansi
|
Tidak dapat menunggu
sampaiakhir kehidupan perusahaandengan mengukur keberhasilanaktivitas
perusahaan
|
Setiap tahun dikenai zakat,kecuali untuk produk pertanianyang dihitung setiap panen
|
Going Concern
|
Kelangsungan
bisnis secara terusmenerus, yaitu didasarkan padarealisasi keberadaan aset
|
Kelangsungan usaha
tergantungpada persetujuan
kontrak antarakelompok yang terlibat
dalamaktivitas bagi hasil
|
Unit Pengukuran
|
Nilai Uang
|
Kuantitas nilai pasar digunakanuntuk menentukan zakatbinatang,
hasil pertanian danemas
|
Penyingkapan Penuh
|
Bertujuan untuk mengambilkeputusan
|
Menunjukkan pemenuhan
hak dan kewajiban kepada Allah,masyarakat dan individu
|
Obyektivitas
|
Reliabilitas
pengukurandigunakan dengan dasar biaspersonal
|
Berhubungan erat
dengankonsep ketaqwaan, yaitupengeluaran materi maupun nonmateri untuk memenuhikewajiban
|
Materi
|
Dihubungkan dengankepentingan relatif mengenaiinformasi pembuatan keputusan
|
Berhubungan denganpengukuran
dan pemenuhantugas/ kewajiban kepada Allah,masyarakat dan individu
|
Konsistensi
|
Dicatat dan dilaporkan
menurutpola GAAP
|
Dicatat dan dilaporkan
secarakonsisten sesuai
dengan prinsipyang dijabarkan oleh syari’ah
|
Konservatisme
|
Pemilihan teknik akuntansi
yangsedikit pengaruhnya terhadappemilik
|
Pemilihan teknik
akuntansidengan memperhatikan dampak baiknya terhadap masyarakat[3]
|
8.KESIMPULAN
Persamaan kaidah Akuntansi Syariah
dengan Akuntansi Konvensional terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Prinsip pemisahan jaminan
keuangan dengan prinsip unit ekonomi;
2. Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip
periode waktu atau tahun pembukuan keuangan;
3. Prinsip pembukuan langsung dengan
pencatatan bertanggal;
4. Prinsip kesaksian dalam pembukuan
dengan prinsip penentuan barang;
5. Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip
perbandingan income dengan cost (biaya);
6. Prinsip kontinuitas (istimrariah)
dengan kesinambungan perusahaan;
7. Prinsip keterangan (idhah)
dengan penjelasan atau pemberitahuan.
Sedangkan perbedaannya, menurut
Husein Syahatah, dalam buku Pokok-Pokok Pikiran Akuntansi Islam,
antara lain terdapat pada hal-hal sebagai berikut:
1. Para ahli akuntansi modern berbeda pendapat dalam cara
menentukan nilai atau harga untuk melindungi modal pokok, dan juga hingga saat
ini apa yang dimaksud dengan modal pokok (kapital) belum ditentukan. Sedangkan
konsep Islam menerapkan konsep penilaian berdasarkan nilai tukar yang berlaku,
dengan tujuan melindungi modal pokok dari segi kemampuan produksi di masa yang
akan datang dalam ruang lingkup perusahaan yang kontinuitas;
2. Modal dalam konsep Akuntansi Konvensional terbagi menjadi
dua bagian, yaitu modal tetap (aktiva tetap) dan modal yang beredar (aktiva
lancar), sedangkan di dalam konsep Islam barang-barang pokok dibagi menjadi
harta berupa uang (cash) dan harta berupa barang (stock),
selanjutnya barang dibagi menjadi barang milik dan barang dagang;
3. Dalam konsep Islam, mata uang seperti emas, perak, dan
barang lain yang sama kedudukannya, bukanlah tujuan dari segalanya, melainkan
hanya sebagai perantara untuk pengukuran dan penentuan nilai atau harga, atau
sebagi sumber harga atau nilai;
4. Konsep konvensional mempraktekan teori pencadangan dan
ketelitian dari menanggung semua kerugian dalam perhitungan, serta
mengenyampingkan laba yang bersifat mungkin, sedangkan konsep Islam sangat
memperhatikan hal itu dengan cara penentuan nilai atau harga dengan berdasarkan
nilai tukar yang berlaku serta membentuk cadangan untuk kemungkinan bahaya dan
resiko;
5. Konsep konvensional menerapkan prinsip laba universal,
mencakup laba dagang, modal pokok, transaksi, dan juga uang dari sumber yang
haram, sedangkan dalam konsep Islam dibedakan antara laba dari aktivitas pokok
dan laba yang berasal dari kapital (modal pokok) dengan yang berasal dari
transaksi, juga wajib menjelaskan pendapatan dari sumber yang haram jika ada,
dan berusaha menghindari serta menyalurkan pada tempat-tempat yang telah
ditentukan oleh para ulama fiqih. Laba dari sumber yang haram tidak
boleh dibagi untuk mitra usaha atau dicampurkan pada pokok modal;
6. Konsep konvensional menerapkan prinsip bahwa laba itu
hanya ada ketika adanya jual-beli, sedangkan konsep Islam memakai kaidah bahwa
laba itu akan ada ketika adanya perkembangan dan pertambahan pada nilai barang,
baik yang telah terjual maupun yang belum. Akan tetapi, jual beli adalah suatu
keharusan untuk menyatakan laba, dan laba tidak boleh dibagi sebelum nyata laba
itu diperoleh.
Komponen
laporan keuangan entitas Syariah meliputi neraca, laporan laba rugi, laporan
arus kas, laporan perubahan ekuitas, laporan perubahan dana investasi terikat,
laporan sumber dan penggunaan dana zakat, laporan sumber dan penggunaan dana qardh
dan catatan atas laporan keuangan. Sedangkan komponen laporan keuangan
konvensional tidak menyajikan laporan perubahan dana investasi terikat, laporan
sumber dan penggunaan dana zakat serta laporan sumber dan penggunaan dana qardh.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah
Zaid, Umar,Akuntansi syariah,LPFE Trisakti, Jakarta,2004, hal 57
/http://msi-uii.net/baca.asp?kategori=rubrik&menu=ekonomi&baca=artikel&id=96
http://re-searchengines.com/1107kesiper.html
[3] M. Akhyar Adnan,Akuntansi
Syariah (Arah, Prospek dan Tantangannya (Yogyakarta: UII press, 2005) hal. 73